MAKALAH TEORI KOMUNIKASI
“Teori Akomodasi dan
Komunikasi”
Tugas
ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Komunikasi
DOSEN
PENGEPU :
Aliyandi
A. Lumbu, M.Kom.I
Oleh:
Kelas
Kpi A
Kelompok
12
NAMA
|
NPM
|
Ayu
Anggraini
|
1503060069
|
Heni
Cahyanti Putri
|
1503060081
|
DAKWAH
DAN KOMUNIKASI
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
(KPI)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) JURAI SIWO METRO
2016
M /1437 H
Asslamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji
bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta inayah-Nya kepada kita
semua. Kesejahteraan dan keselamatan
semoga tetap senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun kita menuju jalan kebenaran.
Alhamdulillah, kami telah menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Teori
Akomodasi dan Komunikasi” yang disusun untuk memenuhi tugas bidang studi Sejarah Peradaban Islam tahun pelajaran 2016-2017.
Makalah ini tidak lepas dari
segala kekurangan, karna mengigat pengalaman dan pengetahuan penulis yang masih
sangat terbatas, oleh karena itu penulis
tidak menutup diri dari segala saran dan kritikan dari pembaca untuk
meyempurnakan makalah ini.
Pada
kesempatan kali ini penulis dengan segala segala kerendahan hati, mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada :
1.
Aliyandi A. Lumbu, M.Kom.I selaku dosen pembimbing
bidang studi Teori Komunikasi.
2.
Kelompok lain atau teman-teman yang ikut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Sebagai akhir kata saya sebagai
penulis berharap agar dengan makalah ini bermanfaat bagi setiap orang yang
membaca.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Metro, 08 Maret 2016
Pemakalah
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR
ISI....................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar
Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
A.
PENGERTIAN TEORI
AKOMODASI KOMUNIKASI.................................... 3
B. ASUMSI DASAR.................................................................................................. 4
C. TAHAP Atau CARA BERADAPTASI................................................................. 5
a. Konvergensi........................................................................................................ 5
b. Divergensi........................................................................................................... 6
c. Akomodasi Berlebihan....................................................................................... 7
D. KRITIK TEORI...................................................................................................... 7
E. KORELASI TEORI DENGAN DAKWAH......................................................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 10
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budaya adalah suatu
cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistemagama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. bahasa , sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh.budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
Dari keberagaman budaya
tersebut, menuntut seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan berbagai kalangan
dari berbagai budaya. Karena perbedaan tersebut, maka akan menimbulkan
pertanyaan. Bagaimana cara oran tersebut berkomunikasi? dan bagaimana
merekadapat memahami makna satu sama lain? Dari sinilah dibutuhkan suatu
adaptasi yang dilakukan tiap-tiap individu dalam berkomunikasi.Maka semua itu
dapat diulas melalui salah satu teoeri yang ada dalam komunikasi, yaitu Teori
Akomodasi Komunikasi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini
penulis bermaksud memaparkan beberapa hal yang akan menjadi pokok pembahasan
utama dalam makalah ini. Terkait dengan itu, maka hal tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan Teori Akomodasi Komunikasi?
2.
Bagaimana asumsi dasar mengenai Teori Akomodasi Komunikasi?
3.
Bagaimanakah Tahap dan Proses dari Teori Akomodasi Komunikasi?
4.
Apa kegunaan dan kelemahan yang ada pada teori tersebut?
5.
Apa kaitan Teori Akomodasi Komunikasi dengan kegiatan dakwah?
C. TUJUAN
Makalah ini disusun
dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui dan memahami
maksud dari Teori Akomodasi Komunikasi.
2.
Mengetahui dan memahami
asumsi dasar dari Teori Akomodasi Komunikasi.
3.
Mengetahui dan memahami bagaimana tahap dan proses dari akomodasi
komunikasi.
4.
Mengetahui dan memahami
apa kegunaan dan kelemahan dari teori akomodasi komunikasi.
5.
Mengetahui dan memahami
kaitan antara teori dengan kegiatan dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEORI AKOMODASI KOMUNIKASI
Komunikasi bersifat
abstrak seperti kebanyakan istiah, memiliki banyak arti.[1]
Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi,
atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi
biasanya dilakukan secara tidak sadar. Kita cenderung memiliki naskah kognitif internal yang
kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain.[2]
Teori ini dikemukakan oleh Howard Giles dan koleganya, berkaitan dengan
penyesuaian interpersonal dalam interaksi komunikasi. Hal ini didasarkan pada
observasi bahwa komunikator sering kelihatan menirukan perilaku satu sama
lain.Teori akomodasi komunikasi berawal pada tahun 1973, ketika Giles pertama
kali memperkenalkan pemikiran mengenai model ”mobilitas aksen” Yang didasarkan
pada berbagai aksen yang dapat didengar dalam situaisi wawancara. Salah satu
contohnya adalah ketika seseorang dengan latar berlakang budaya yang berbeda
sedang melakukan wawancara.Seorang yang sedang diwawancara pastilah merasa
sangat menghormati orang dari institusi yang sedang mewawancarainya. Ketika
dalam situasi tersebut orang yang mewawancarai akan lebih mendominasi situasi
wawancara, sementara orang yang diwawancarai akan mencoba mengikutiya. Maka pada situasi tersebut orang yang sedang wawancara tersebut, mencoba
melakukan akomodasi komunikasi. Dengan begitu, akomodasi komunikasi dapat dibahas
dengan memperhatikan adanya keberagaman budaya.
Inti dari teori akomodasi ini adalah adaptasi. Bagaimana seseorang
menyesuaikan komunikasi mereka dengan orang lain. Teori ini berpijak pada
premis bahwa ketika seseorang berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan,
pola vocal, dan atau tindak tanduk
mereka untuk mengakomodasi orang lain.[3]
Teori akomodasi ini awalnya
didapatkan dari sebuah penelitian yang dilakukan dalam bidang ilmu lain, dalam
hal ini psikologi sosial. Maka sangatlah penting bagaimana kaitan antara teori
akomodasi komunikasi dengan psikologi sosial.
Menurut Stephen Worchel (1998), Teori Psikologi sosial biasanya mencari
akibat dari perilaku dan sebab dari akibat tersebut. Salah satu konsep utama
yang didiskusikan dalam psikologi sosial adalah identitas. Sedangkan menurut Jessica Abrams, Joan O’Cronnor dan Howard Giles (2003),
akomodasi sangat fundamental terhadap konstruksi identitas.[4]
Dan Menurut Henri Tajfel (1982) dan John Turner, Teori Identitas Sosial berpendapat bahwa identitas seseorang
ditentukan oleh kelompok dimana ia tergabung. Hipotesis dasar teori ini
menyebutkan, tekanan untuk mengevaluasi kelompok seseorang secara positif
melalui perbandingan kelompok dalam/luar menuntun kelompok sosial untuk
membedakan diri mereka satu sama lain. Dari Teori Identitas Sosial ini, Giles
terpengaruh. Bahwaakomodasi seseorang tidak hanya orang tertentu tetapi pada
seseoran yang dianggap merupakan bagian dari kelompok lain.
Teori Akomodasi Komunikasi banyak didasari dari prinsip Teori Identitas
Sosial. Ketika anggota dari kelompok yang berbeda sedang bersama, mereka akan
membandingkan dari mereka. Jika perbandingannya positif, maka akan muncul
identitas sosial yang positif pula. Giles memperluas pemikiran ini dengan
mengatakan bahwa hal yang sama juga terjadi pada gaya bicara (aksen, nada,
kecepatan, pola interupsi) seseorang.
B. ASUMSI DASAR
Dengan mengingat bahwa akomodasi dipengaruhi oleh
beberapa keadaan personal, situasonal dan budaya, maka teori ini terdapat beberapa
asumsi berikut ini[5]:
1.
Persamaan dan perbedaan
berbicara dan berperilaku terdapat di dalam semua percakapan
Pengalaman-pengalaman dan latar belakang yang bervariasi akan menentukan
sejauh mana orang mengakomodasikan orang lain. Semakin mirip perilaku dan
keyakinan kita, semakin membuat kita tertarik untuk mengakomodasikan orang lain
tersebut.
Sebuah contoh untuk
mengilustrasikan asumsi ini, seorang yang berasal dari Padang bertemu dengan
teman baru di kampus barunya yang berdarah jawa asli. Jelas mereka berasal dari latar belakang yang berbeda dan pengalaman hidup
mereka berbeda pula. Dapat pula dianggap mereka berasal dari latar belakang
keluarga yang berbeda dengan keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda. Tetapi
mereka mempunyai kesamaan dalam hal hobi, yaitu memancing.
2. Cara dimana kita memersepsikan tuturan dan perilaku orang lain akan
menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan.
Asumsi ini terletak
pada persepsi dan evaluasi.Orang pertama-tama akan mempersepsikan apa yang
terjadi di dalam percakapan sebelum mereka memutuskan bagaimana mereka akan
berperilaku dalam percakapan. Kemudian saat mempersepsikan kata-kata dan
perilaku orang lain menyebabkan evaluasi kita terhadap orang tersebut.
3. Bahasa dan perilaku memberikan informasi mengenai status sosial dan
keanggotaan kelompok.
Berkaitan dengan dampak yang dimiliki bahasa terhadap orang lain. Bahasa yang digunakan dalam percakapan cenderung merefleksikan individu
dengan status sosial yang lebih tinggi.
4. Akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian dan norma mengarahkan
proses akomodasi.
Asumsi ini berfokus pada norma dan
isu mengenai kepantasan sosial. Maksudnya, akomodasi dapat bervariasi dalam hal
kepantasan sosial sehingga terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah
pantas. Dalam hal ini, norma terbukti memiliki peran yang cukup penting karena
memberikan batasan dalam tingkatan yang bervariasi terhadap perilaku akomodatif
yang dipandang sebagai hal yang diinginkan dalam sebuah komunikasi.
C. TAHAP ATAU CARA BERADAPTASI
Teori akomodasi
komunikasi menyatakan bahwa dalam percakapan orang memiliki pilihan, yaitu
konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan.[6]
1. Konvergensi
Proses pertama yang
berubungan dengan teori akomodasi komunikasi ini adalah konvergensi. Giles,
Nikolas Coupland, dan Justin Coupland (1991) mendefinisikan konvergensi :
“strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama
lain”. Konvergensi merupakan proses yang selektif, tidak selalu memilih
strategi konvergen dengan orang lain. Ketika orang melakukan konvergensi,
mereka bertumpu pada persepsi mereka mengenai pembicaraan atau perilaku orang
lain.
Selain persepsi yang
dihasilkan dari komunikasi terhadap oranng lain, konvergensi pun didasarkan
pada ketertarikan. Biasanya, para komunikator ini saling tertarik maka
mereka akan melakukan konvergensi dalam percakapan mereka. Ketertarikan dalam
istilah yang luas dan juga mencakup beberapa karakteristik seperti charisma,
kredibilitas dsb. Giles dan Smith (1979) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ketertarikan kita pada orang lain; misal: kemungkinan adanya interaksi
berikutnya denga pendengar, kemampuan pembicara untuk berkomunikasi, perbedaan
status yang dimiliki masing-masing komunikator. Apabila mereka memiliki
keyakinan, perilaku, kepribadian yang sama maka akan menyebabkan ketertarikan
dan sangat memungkinkan untuk terjadinya sebuah konvergensi.
Pandangan awal kita
terhadap konvergensi tampak seperti halnya memikirkan terhadap strategi
akomodasi yang positif. Tetapi perlu diperhatikan bahwa konvergensi dapat
berdasarkan persepsi yang bersifat stereotip. Orang akan melakukan konvergensi
streotip daripada pembicaraan dan juga perilaku yang sebenarnya. Ada juga
stereotip yang bersifat tidak langsung misalnya menggunakan asumsi kuno dan
kaku mengenai kelompok-kelompok budaya tertentu.
Diatas, kita telah
membahas tentang apa yang terjadi apabila ada orang yang melakukan konvergensi
dalam percakapan mereka? Bagaimana respons terhadap hal itu?. Sekarang kita
akan membahas bagaimana kita mengetahui bahwa konvergensi kita ditanggapi atau
tidaknya?
Untuk mengetahui hal
itu, setidaknya kita harus mempertimbangkan terhadap konvergensi yang kita
lakukan. Apakah sudah sesuai/positif atau malah sebaliknya. Karena apabila
konvergensi yang dilakukan sudah baik, maka konvergensi dapat memperbaiki
dialog dan dapat menghasilkan respons yang positif. Begitupun sebaliknya,
apabila persepsi konvergensi yang dihasilkan itu tidak baik/buruk. Maka dapat
berakibat buruk dalam percakapan dan mengakibatkan respons yang negative.
2. Divergensi
Dalam akomodasi, terdapat proses dimana satu atau dua dari dua komunikator
untuk mengakomodasi komunikasi diantara mereka. Strategi yang digunakan untuk
menonjolkan perbedaan masing-masing komunikator baik dalam segi verbal maupun
nonverbal ini disebut Divergensi. Divergensi berbeda dengan kovergensi.
Apabila konvergensi adalah strategi bagaimana dia dapat beradaptasi dengan
orang lain. Divergensi adalah ketika dimana tidak adanya usaha dari para
pembicara untuk menunjukan persamaan diantara mereka. Atau tidak ada
kekhawatiran apabila mereka tidak mengakomodasi satu sama lain.
Tetapi, perlu adanya perhatian bahwa, divergensi bukanlah dalam pengertian
bahwa tidak adanya kepedulian ataupun respons terhadap komunikator lain.
Melainkan, mereka memutuskan untuk mendisosiasikan diri mereka terhadap
komunikator lain dengan alasan-alasan tertentu. Beberapa alasan pun bervariasi,
apabila dari komunitas budaya maka mereka beralasan ingin mempertahankan
identitas sosial, kebanggaan budaya ataupun keunikannya. Adapun yang kedua,
mereka melakukan divergensi karena alasan kekuasaan dan juga perbedaan peranan
dalam percakapan. Kemudian yang terakhir ini adalah alasan yang jarang
digunakan , ialah apabila lawan bicara adalah orang yang tidak diinginkan oleh
komunikator. Karena dianggap ada sikap-sikap yang tidak menyenangkan ataupun
berpenampilan buruk.
Jadi, divergensi disini adalah strategi untuk memberitahukan akan
keberadaan mereka dan juga ingin mempertahankannya, karena alasan tertentu.
Tanpa mengkhawatirkan akan akomodasi komunikasi antara dua komunikator untuk
memperbaiki percakapan.
3. Akomodasi Berlebihan
Akomodasi berlebihan,
yaitu label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu
berlebihan. Istilah ini diberikan kepada orang yang, walaupun bertindak
berdasarkan niat yang baik, justru dianggap merendahkan. Akomodasi berlebihan
biasanya menyebabkan pendengar untuk mempersepsikan diri mereka tidak setara.
Terdapat dampak yang serius dari akomodasi berlebihan, termasuk kehilangan
motivasi untuk mempelajari bahasa lebih jauh, menghindari percakapan, dan
membentuk sikap negative terhadap pembicara dan juga masyarakat. Jika salah
satu tujuan komunikasi adalah mencapai makna yang dimaksudkan, akomodasi
berlebihan merupakan penghalang utama bagi tujuan tersebut.
Konvergensi adakalanya
disukai dan mendapat apresiasi atau sebaliknya. Orang cenderung memberikan
respon positif kepada orang lain yang berusaha mengikuti atau menirunya, tetapi
orang tidak menyukai terlalu banyak konvergensi. Khususnya jika hal itu tidak
sesuai atau tidak pantas justru akan menimbulkan masalah. Misal, ketika
seseorang berbicara lambat tetapi keras kepada seorang buta atau seorang
perawat tang berbicara dengan pasien berusia lanjut dengan meniru suara bayi
(semacam sindiran karena orangtua lanjut dianggap seperti bayi). Orang akan
cenderung menghargai konvergensi yang dilakukan secara tepat, bermaksud baik
dan sesuai dengan situasi yang ada, namun orang tidak suka atau bahkan
tersinggung jika konvergensi itu tidak dilakukan secara patut.[7]
D. KRITIK TEORI
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, teori ini
berfokus pada percakapan yang dilakukan dalam kehidupan dan pegaruh yang
dimiliki oleh komunikasi budaya terhadap percakapan tersebut.Untuk memahami
teori ini sebaga disiplin ilmu, teoriini dievaluasi menggunakan kriteria
heurisme dan kemungkinan pengujian.
Teori ini sangat kaya akan nilai heuristik. Teori ini telah digunakan dalam
beberapa kajian yang berbeda. Seperti, dalam komunikasi massa, keluarga, dengan
kaum lansia, dalam pekerjaan, wawancara, bahkan dalam pesan yag diterima dalam
mesin penerima pesan telepon. Maka tak diragukan bahwa teori ini heuristik dan
memiliki nilai keilmuan yang bertahan.
Teori ini sangat signifikan tetapijuga memiliki
kekurangan dalam kemungkinan pengujian dari konsep-konsep yang telah
dikemukakan. Beberapa ilmuan mengatakan bahwa fitur utama yang ada mengharuskan
adanya penelitian lebih jauh. Contohnya seperti Judee Burgoon, Lessa Dillman,
dan Lesa Stern (1993) yang mempertanyakan bingkai konvergensi-divergensi. Mereka
percaya bahwa percakapan terlalu kompleks untuk direduksi kedalam proses-proses
ini. Teori ini juga hanya berpijak pada konflik yang rasional meskipun mengakui
adanya konflik antara komunikator. Teori ini telah mengabaikan kemungkinan sisi
gelap dari komunikasi. Misalnya, bagaimana ketika seseorang terlibat dalam konflik dengan orang yang tidak memiliki akal sehat, maka
teori ini tidak bisa digunakan.[8]
Pada awalnya, Giles menantang para peneliti untuk
menerapan teori ini melintasi waku hidup dan dalam latar belakang budaya yang
berbeda.Tetapi teori tetap memberikan beberapa pencerahan dalam komunikasi. Kelebihannya dapat menunjukan kepada kita bahwa
mengapa percakapan begitu rumit, mengapa seseorang melakukan adaptasi dengan
orang lain dalam interaksi mereka, dan mengapa orang mengabaikan strategi dalam
beradaptasi. Teori ini telah memelopori bagaimana kita memahami dengan baik
budaya dan keberagaman yang ada disekeliling kita.
E. KORELASI TEORI DENGAN DAKWAH
Teori ini berkaitan dengan penyesuaian interpersonal dalam interaksi
komunikasi, dan kemampuan menyesuaikan, memodifikasi atau mengatur perilaku
seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Kaitannya teori ini dengan
proses dakwah bisa dilihat dari ketika seorang da’i atau penceramah menyesuaikan
apa yang ingin di sampaikannya kepada mad’u, dai harus tahu situasi, kondisi
dan identitas seorang mad’u sehingga ia dapat dengan mudah memodifikasi
pembicaraan dalam hal ini isi pesan yang akan di sampaikan (metode dakwah apa
yang akan di gunakan), contohnya da’i dari suku jawa berdakwah di daerah jawa
dia akan memodifikasi bahasa, logat, tingkah laku, dengan model ala jawa agar
penyampaian dakwah dapat dipahami dengan baik oleh orang jawa. Lain lagi ketika
dai tersebut di undang ceramah ke daerah lain yang beda budaya misalkan Jakarta
dia akan berusaha mengakomodasi isi pesannya dengan menggunakan bahasa
Indonesia, karena orang Jakarta tak mengerti bahasa jawa. Itu contoh
akomodasi yang di pengaruhi oleh budaya.[9]
Contoh lainnya tentang akomodasi
yang di pengaruhi oleh keadaan personal atau situasional adalah da’i dalam
menyampaikan dakwah harus melihat keadaan para mad’unya, jika mad’unya dari
kalangan ibu-ibu, da’i mengakomodasi sikap yang pantas dilakukan pada ibu-ibu
dan isi pesannya pun di sesuaikan dengan psikologi seorang ibu-ibu,
menyesuaikan tema yang berhubungan dengan ibu-ibu seperti peran wanita dalam
islam, menjadi istri dan ibu yang sholehah,cerita tentang istri-istri para nabi
dan lain sebagainya. Jika ceramah di sampaikan kepada para remaja, akomodasi
yang dilakukan da’i juga menyesuaikan pada kondisi remaja, tema isi dakwah di
sesuiakan dengan apa yang dibutuhkan remaja, contoh-contoh yang diambilnya, dan
gaya penyampaiannya juga lebih logis. Akomodasi yang dilakukan da’i kepada
mad’u ini lebih berkaitan dengan metode dakwah yang dijelasakan pada surat
an-nahl ayat 125.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِين
”Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl/16:
125).
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Dari uraian tersebut,
kami menyimpulkan bahwa teori akomodasi komunikasi termasuk teori yang paling
penting dalam kita mempelajari teori komunikasi. Teori akomodasi komunikasi
mempelajari bagaimana dan mengapa kita menyesuaikan perilaku komunikasi kita
dengan perilaku komunikasi lawan bicara kita. Asumsi dasar dari teori ini
adalah bagaimana persamaan dan perbedaan berbicara dan berperilaku terdapat di
dalam semua percakapan, cara dimana kita memersepsikan tuturan dan perilaku
orang lain akan menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan,
Bahasa dan perilaku memberikan informasi mengenai status sosial dan keanggotaan
kelompok, dan Akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian dan norma
mengarahkan proses akomodasi.
Inti dari Teori
Akomodasi ini adalah adaptasi, maka dijelaskan bahwa cara beradaptasi ada tiga
cara, yaitu konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan. Selain itu,
sangat penting bagi kita sebagai kader-kader Da’i untuk mempelajari teori ini. Dengan begitu, kita bisa mempersiapkan diri
dalam melakukan kegiatan dakwah.
[1]
Stephem W.littlejohn, (1999), the ories of human communikation,
wadsworth publishing company, Albuqurque, new mexico. Hlm.6.
[4]
Ibid, 218.
DAFTAR
PUSTAKA
Morrisan &
Wardhany Andy Corry, 2009, Teori Komunikasi, Jakarta, Ghalia Indonesia.
West Richard & Tunner Liynn H, 2007, Pengantar Teori Komunikasi,
Analisis dan Aplikasi.
Morrisan, 2013 Teori Komunikasi
Individu Hingga Massa, Jakarta, Kharisma Putra Utama.
Stephem W.littlejohn, (1999), the ories of human communikation,
wadsworth publishing company, Albuqurque, new mexico.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar